Chairil Anwar banyak menghasilkan karya puisi dengan berbagai macam tema. Mulai dari puisi dengan tema kematian, individualisme hingga puisi dengan tema ekstesialisme sudah dihasilkan oleh Chairil Anwar. Semua karya dari Chairil Anwar sudah dikompilasikan dalam bentuk tiga buku. Di mana ketiga buku tersebut adalah Deru Campur Debu yang rilis pada tahun 1949. Lalu ada buku dengan judul Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus yang dirilis pada tahun 1949 dan buku dengan judul Tiga Menguak Takdir yang merupakan kumpulan puisi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin yang dirilis pada tahun 1950.
Beberapa Puisi Karya Chairil Anwar
1. Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
2. Pelarian
I
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa di sini
Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak berhingga.
Hancur-luluh sepi seketika
Dan paduan dua jiwa.
II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
"Mau apa? Rayu dan pelupa,
Aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!
Turut saja!"
Tak kuasa ...terengkam
Ia dicengkam malam.
3. Hukum
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya - Lesu
Pucat mukanya - Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
4. Rumahku
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu.
5. Kesabaran
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
6. Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
7. Suara Malam
Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan "Kebakaran di Hutan"*
Jadi ke mana
Untuk damai dan reda?
Mati.
Barang kali ini diam kaku saja
Dengan ketenangan selama bersatu
Mengatasi suka dan duka
Kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada
Dan sekali akan menghadap cahaya.
Ya Allah! Badanku terbakar - segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.
8. Aku
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
9. Doa
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh mengingat
Kau penuh seluruh
CayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
10. Cerita
Kepada Darmawidjaya
Di pasar baru mereka
Lalu mengada-menggaya.
Mengikat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu
Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat.
0 Komentar